Implikasi Budaya Quiet Quitting terhadap Perusahaan
Artikel ini membahas implikasi budaya quiet quitting terhadap perusahaan, terutama bagaimana fenomena ini melemahkan produktivitas, inovasi, dan kepercayaan organisasi. Dengan menyoroti data riset global dan dampak strategisnya bagi high performers, tulisan ini mengajak para pemimpin memahami quiet quitting sebagai isu governance, bukan sekadar moral kerja.
11/19/20253 min baca


Implikasi Budaya Quiet Quitting terhadap Perusahaan
Fenomena quiet quitting dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi cermin perubahan mendasar dalam hubungan antara karyawan dan organisasi. Istilah ini tidak menggambarkan karyawan yang benar-benar berhenti bekerja, melainkan mereka yang secara sadar memilih untuk melakukan hanya sebatas kewajiban minimal tanpa keterlibatan emosional atau motivasi lebih.
Mereka tetap hadir, tetapi energi, kreativitas, dan komitmennya sudah tidak sebesar dulu. Di balik fenomena ini tersimpan pesan penting bahwa banyak karyawan yang merasa lelah, tidak dihargai, atau tidak menemukan lagi makna dalam pekerjaan mereka.
Menurut Gallup (2023), hanya sekitar 23% karyawan di dunia yang benar-benar terlibat aktif dengan pekerjaannya, sementara sebagian besar lainnya masuk dalam kategori quiet quitting atau bahkan loud quitting. Angka ini menggambarkan krisis keterlibatan global yang memengaruhi produktivitas dan moral kerja lintas industri.
Dampaknya tidak bisa disepelekan. Ketidaklibatan para talenta atau karyawan terbaik telah menyebabkan kerugian produktivitas global hingga USD 8,8 triliun, atau sekitar 9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. Fenomena ini bukan sekadar masalah motivasi individu, melainkan persoalan governance dan strategi organisasi.
Masalah Strategis, Bukan Sekadar Moral
Bagi para Chief Executive Officer (CEO), Chief Human Resources Officer (CHRO), dan pimpinan eksekutif, quiet quitting bukan isu moral atau manajemen mikro, melainkan masalah tata kelola strategis (strategic capital).
Ketika karyawan kehilangan rasa keterhubungan terhadap nilai dan tujuan organisasi, dampaknya berdampak ke seluruh sistem bisnis. Mulai dari inovasi yang terhambat hingga budaya kerja yang rapuh.
Fenomena ini mengindikasikan bahwa banyak organisasi gagal memperbarui psychological contract atau janji emosional tak tertulis antara perusahaan dan karyawan tentang keadilan, makna, dan kesempatan berkembang. Terdapat setidaknya tiga konsekuensi utama bagi perusahaan yang gagal menanggapi fenomena ini secara serius.
Penurunan Produktivitas yang Tak Terlihat
Ketika high performers atau talenta terbaik mulai kehilangan motivasi, dampaknya mungkin tidak langsung terlihat dalam angka laporan keuangan. Namun, yang hilang jauh lebih penting yaitu inovasi peningkatan bertahap dan kontribusi ide-ide kecil yang selama ini menjadi sumber keunggulan kompetitif jangka panjang. Inilah yang disebut kerugian senyap atau silent loss yang menggerogoti kapasitas organisasi untuk tumbuh.
Biaya Retensi Laten
Menurut McKinsey (2023), kehilangan satu critical performer bisa menelan biaya hingga 3–5 kali gaji tahunan, jika memperhitungkan hilangnya kapabilitas tacit, pengetahuan mendalam, dan hubungan profesional yang mereka miliki.
Quiet quitting sering kali menjadi tahap awal sebelum karyawan terbaik benar-benar pergi. Tanpa intervensi dini, perusahaan berisiko kehilangan modal intelektual yang sulit digantikan.
Erosi Budaya Kepercayaan
Seperti dicatat oleh Harvard Business Review (2022), ketika karyawan berprestasi tinggi melihat bahwa organisasi tidak menepati janji tak tertulis tentang penghargaan dan pertumbuhan, mereka menjadi sinis dan sikap ini menular ke rekan kerja lainnya. Akibatnya, terbentuk budaya kerja penuh kewaspadaan, di mana orang hanya melakukan yang diminta tanpa inisiatif atau rasa memiliki.
Sinyal Sistemik yang Tak Boleh Diabaikan
Quiet quitting di kalangan high performers bukanlah tanda kemalasan, melainkan sinyal sistemik bahwa organisasi gagal memperbarui kontrak emosional dengan orang-orang terbaiknya. Dalam konteks ini, tanggung jawab bukan hanya pada karyawan yang kehilangan semangat, tetapi pada kepemimpinan yang gagal mendefinisikan ulang makna dari “memberikan lebih”.
Sebagaimana disimpulkan Gallup bahwa Quiet Quitting bukan tentang karyawan yang bekerja lebih sedikit, melainkan tentang para pemimpin yang gagal menjelaskan apa arti yang ‘lebih’ dari itu. Organisasi perlu berhenti mengasumsikan bahwa komitmen adalah sesuatu yang bisa diharapkan tanpa dibangun. Perlu diingat bahwa komitmen lahir dari kejelasan arah, rasa keadilan, dan pengalaman kerja yang bermakna.
Membangun Kembali Kontrak Psikologis
Untuk menjawab tantangan ini, para CEO, CHRO, dan dewan direksi perlu menempatkan agenda rewriting the psychological contract atau memperbarui kontrak psikologis antara karyawan dan organisasi. Hal ini mencakup langkah-langkah seperti:
Meningkatkan transparansi komunikasi dan kejelasan arah organisasi.
Menyelaraskan sistem penghargaan dan pengakuan dengan nilai yang dipegang bersama.
Memberdayakan kepemimpinan yang empatik dan human-centric.
Menciptakan budaya kerja yang fleksibel, adil, dan bermakna.
Fenomena quiet quitting menegaskan bahwa keberhasilan organisasi modern tidak lagi hanya ditentukan oleh strategi bisnis atau teknologi, tetapi oleh kualitas hubungan manusia di dalamnya. Ketika perusahaan gagal menjaga rasa makna, keadilan, dan kepercayaan, maka bahkan talenta terbaik pun akan berhenti berkontribusi secara penuh meski tetap hadir setiap hari.
Dalam era di mana keterlibatan manusia menjadi sumber daya paling berharga, investasi terbesar yang bisa dilakukan perusahaan adalah membangun kembali kepercayaan dan komitmen emosional karyawannya.
Tentang Kanca
Kanca adalah solusi komunikasi terintegrasi yang dirancang untuk meningkatkan penjualan bisnis sekaligus memaksimalkan kepuasan pelayanan publik. Dengan pendekatan strategis dan teknologi terkini, Kanca membantu menciptakan pengalaman yang bermakna bagi bisnis dan masyarakat.
© 2025. PT Sakinara Dhana Mahira, All rights reserved.




PT SAKINARA DHANA MAHIRA
Alamat :
Gedung Artha Graha, 26 Floor (SCBD) Unit 2601, Jalan Jend. Sudirman No 52-53,
Desa/Kelurahan Senayan, Kec. Kebayoran Baru
Kota Adm. Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta 12190
Indonesia
No Telepon:
+6282226668033
+6285119541548
Email :
Contact@kanca.co