Melihat ESG Sebagai Daya Tarik Investasi di Era Bisnis Berkelanjutan
Environmental, Social, and Governance (ESG) kini menjadi fondasi utama dalam strategi bisnis modern dan keputusan investasi global. Integrasi ESG membantu perusahaan membangun kepercayaan investor, memperkuat ketahanan bisnis, serta menciptakan nilai ekonomi dan sosial secara berkelanjutan. Penerapan prinsip ini tidak hanya mencerminkan tanggung jawab moral, tetapi juga menjadi strategi pertumbuhan jangka panjang yang mendorong efisiensi, inovasi, dan daya saing di tengah tuntutan ekonomi berkelanjutan.
10/13/20256 min baca


Melihat ESG Sebagai Daya Tarik Investasi di Era Bisnis Berkelanjutan
Lebih dari 90 % investor institusional kini mempertimbangkan faktor Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam keputusan investasi mereka. Hal ini menunjukan sebuah perubahan paradigmatik yang menandai bahwa keberlanjutan bukan lagi sekadar tambahan reputasional.
Dalam lanskap persaingan global yang makin kompleks, perusahaan yang gagal menggabungkan ESG dan sustainability ke dalam strategi inti berisiko ditinggalkan oleh modal, talenta, dan kepercayaan pasar.
Bagi perusahaan, tren ini bukan sekadar tuntutan moral, melainkan realitas bisnis baru. Investor global kini menilai bukan hanya profitabilitas, tetapi juga ketahanan jangka panjang, tata kelola, dan tanggung jawab sosial. Artinya, perusahaan yang mengabaikan ESG bukan hanya kehilangan reputasi, tetapi kehilangan akses ke modal.
Dengan artikel ini, kita dapat mengetahui kenapa perusahaan perlu mempertimbang ESG untuk keberlanjutan perusahaannya.
ESG Menjamin Manajemen Risiko dan Ketahanan Bisnis
Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan dengan skor ESG tinggi lebih tahan terhadap volatilitas pasar dan krisis global. Studi oleh Bao et al(2024), mengungkapkan bahwa perusahaan dengan rating ESG tinggi memiliki risiko pasar lebih rendah selama periode krisis.
Hal serupa ditemukan oleh Lee & Koh (2024), yang menegaskan bahwa performa ESG yang kuat berkorelasi dengan stabilitas keuangan jangka panjang.
Bagi investor, ini berarti proteksi nilai investasi. Perusahaan yang transparan dalam tata kelola, efisien dalam sumber daya, dan memperhatikan kesejahteraan sosial cenderung memiliki downside protection lebih kuat.
Dengan demikian, ESG bukan sekadar label etis, tetapi adalah mekanisme mitigasi risiko yang terukur.
ESG Menarik Aliran Modal Global
Melihat data BNP Paribas ESG Global Survey (2023) mengungkapkan bahwa lebih dari 70% investor institusional kini mengintegrasikan ESG dalam strategi investasi mereka.
Key ESG (2025) memproyeksikan bahwa aset berbasis ESG akan mencapai US$33,9 triliun pada 2026, mencakup 21,5% total aset yang dikelola dunia.
Namun, minat tinggi ini disertai kewaspadaan. 94% investor percaya masih banyak praktik greenwashing dalam laporan keberlanjutan (PwC, 2023). Oleh karena itu, transparansi dan data kredibel menjadi currency baru dalam kepercayaan investor.
Perusahaan yang mampu membuktikan integritas ESG dengan data terverifikasi akan lebih mudah menarik arus modal institusional jangka panjang.
ESG Jadi Kepatuhan Baru dalam Tata Kelola Global
Tekanan regulasi juga mempercepat integrasi ESG. OECD (2025) menegaskan bahwa kualitas dan kredibilitas data ESG akan menjadi penentu utama akses pembiayaan berkelanjutan.
Uni Eropa (UE) telah menerapkan Corporate Sustainability Reporting Directive (CSRD) yang mewajibkan laporan ESG standar global bagi perusahaan besar.
Dengan kata lain, ESG bukan lagi pilihan strategis, melainkan kewajiban tata kelola. Investor kini mengutamakan perusahaan yang tidak hanya patuh terhadap regulasi, tetapi juga proaktif dalam membangun sistem pelaporan dan audit keberlanjutan yang kredibel.
Melihat Tiga Perusahaan yang Membuktikan ESG Adalah Mesin Pertumbuhan
Di tengah meningkatnya tekanan investor, regulasi global, dan kesadaran publik terhadap keberlanjutan, sejumlah perusahaan dunia berhasil membuktikan bahwa komitmen ESG (Environmental, Social, Governance) bukanlah beban, melainkan penggerak utama inovasi dan profitabilitas jangka panjang.
Sebagai salah satu perusahaan konsumer terbesar di dunia, Unilever telah menjadi pionir dalam mengintegrasikan prinsip ESG ke dalam jantung strategi bisnisnya.
Melalui Unilever Sustainable Living Plan, perusahaan ini menetapkan target ambisius seperti pengurangan emisi karbon, penggunaan energi terbarukan, dan transisi ke kemasan ramah lingkungan.
Langkah-langkah tersebut tidak hanya berdampak positif terhadap lingkungan, tetapi juga menciptakan efisiensi operasional signifikan, seperti pengurangan emisi dan limbah terbukti menurunkan biaya energi serta logistik jangka panjang.
Lebih dari sekadar inisiatif lingkungan, keberlanjutan kini menjadi bagian dari indikator kinerja utama bagi manajemen dan eksekutif. Menurut Unilever Annual Report (2024), portofolio merek yang berfokus pada sustainability berkontribusi terhadap lebih dari 50% total pertumbuhan perusahaan, sekaligus memperkuat kepercayaan investor yang kini melihat Unilever sebagai contoh profit with purpose.
Investor institusional pun menilai tata kelola ESG Unilever yang kuat sebagai jaminan kredibilitas, sehingga perusahaan memperoleh akses modal yang lebih mudah dan biaya pendanaan yang lebih rendah.
Selain itu, konsumen generasi muda, khususnya millennials dan Gen Z cenderung memilih produk yang memiliki nilai keberlanjutan, meningkatkan brand equity sekaligus memperluas market share.
Dengan demikian, Unilever tidak lagi memandang tanggung jawab sosial sebagai proyek tambahan, melainkan sebagai strategi pertumbuhan jangka panjang yang menciptakan nilai ekonomi dan sosial secara bersamaan.
Berpindah ke bidang teknologi, Microsoft memandang keberlanjutan bukan sekadar kewajiban moral, melainkan sebagai inovasi model bisnis yang menciptakan nilai ekonomi nyata.
Sejak 2020, perusahaan ini berkomitmen menjadi net-zero carbon pada 2030 dan bahkan carbon negative pada 2050, dengan mengintegrasikan prinsip ESG ke dalam desain produk, operasional pusat data, dan rantai pasok global.
Melalui inovasi efisiensi energi di pusat data, Microsoft berhasil menurunkan biaya listrik dan pendinginan hingga puluhan juta dolar per tahun.
Penerapan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk manajemen energi dan prediksi dampak iklim juga memberikan penghematan operasional jangka panjang.
Selain efisiensi biaya, tata kelola ESG yang kuat meningkatkan kepercayaan investor, berdampak pada kenaikan valuasi saham dan stabilitas harga pasar.
Solusi cloud dan AI ramah lingkungan yang dikembangkan Microsoft kini menarik banyak perusahaan lain yang ingin mengurangi jejak karbonnya, memperluas basis pelanggan korporat secara signifikan.
Tidak hanya itu, nilai sosial yang kuat membuat karyawan cenderung bertahan lebih lama, sehingga menurunkan biaya turnover dan pelatihan.
Dengan demikian, Microsoft berhasil membuktikan bahwa keberlanjutan dapat berjalan seiring dengan efisiensi, profitabilitas, dan daya saing jangka panjang.
Sejalan dengan itu, Temasek Holdings, perusahaan investasi milik negara Singapura, telah menjadi contoh nyata bagaimana lembaga keuangan menjadikan ESG sebagai fondasi strategi investasi jangka panjang yang juga menguntungkan secara ekonomi.
Dengan prinsip “Every investment is a sustainability investment,” setiap keputusan investasi Temasek mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial tanpa mengabaikan potensi imbal hasil.
Menurut Temasek Review (2024), portofolio di sektor berkelanjutan, seperti energi hijau, teknologi bersih, dan infrastruktur hijau telah mencatat ROI lebih tinggi 8–10% dibanding portofolio tradisional.
Kebijakan internal carbon pricing membantu perusahaan menghindari aset berisiko tinggi seperti industri fosil, sekaligus menjaga stabilitas nilai investasi jangka panjang.
Selain itu, transparansi laporan keberlanjutan yang komprehensif menciptakan trust premium di mata investor global, memperkuat reputasi Temasek sebagai pemimpin dalam keuangan berkelanjutan (sustainable finance) dan menjadikannya magnet bagi arus modal institusional yang berorientasi pada dampak.
Strategi Implementasi ESG di Level Core Business
Transformasi ESG yang berhasil tidak dapat terjadi secara instan, melainkan memerlukan komitmen struktural dari puncak kepemimpinan, integrasi ke dalam proses bisnis sehari-hari, serta sistem pengukuran yang transparan dan kredibel.
Berikut enam strategi utama yang dapat menjadi panduan bagi para pemimpin perusahaan dalam mengintegrasikan ESG secara strategis dan berkelanjutan.
Governance & Kepemimpinan
Segala perubahan berkelanjutan harus dimulai dari atas. Perusahaan yang berhasil dalam penerapan ESG umumnya membangun struktur tata kelola yang kuat, termasuk membentuk dewan ESG atau komite keberlanjutan yang memiliki mandat langsung dari CEO dan dewan direksi.
Komite ini berperan mengarahkan strategi, memastikan kepatuhan, serta mengukur dampak ESG terhadap kinerja bisnis.Lebih jauh, perusahaan progresif kini mulai mengaitkan remunerasi eksekutif dengan pencapaian target ESG.
Misalnya, sebagian bonus tahunan ditentukan oleh penurunan emisi karbon, kepatuhan sosial, atau hasil audit tata kelola. Pendekatan ini memastikan bahwa komitmen terhadap keberlanjutan tidak berhenti di wacana, tetapi menjadi bagian dari akuntabilitas kinerja manajemen.
Integrasi ke Operasi & Rantai Pasok
Penerapan ESG yang efektif menuntut integrasi penuh ke dalam rantai nilai dan operasional perusahaan. Setiap pemasok, mitra, dan vendor perlu diuji menggunakan vendor ESG scorecard sebagai alat untuk menilai jejak lingkungan, sosial, dan kepatuhan mereka terhadap standar perusahaan.
Perusahaan juga perlu menerapkan standar operasional minimum ESG di seluruh lini produksi, mulai dari efisiensi energi, pengelolaan limbah, hingga keadilan dan keselamatan pekerja.
Pendekatan ini bukan hanya melindungi reputasi, tetapi juga meningkatkan efisiensi jangka panjang. Dengan demikian, ESG bukan sekadar kebijakan, tetapi menjadi sistem manajemen risiko yang terukur dan berbasis data.
Metode Pengukuran & Transparansi
Salah satu tantangan terbesar dalam ESG adalah kredibilitas data. Oleh karena itu, perusahaan perlu menggunakan standar pengukuran yang diakui secara internasional, seperti Sustainalytics, MSCI ESG Ratings, Carbon Disclosure Project (CDP), atau Global Reporting Initiative (GRI).
Konsistensi dalam pemilihan indikator dan metodologi menjadi kunci untuk membangun kepercayaan investor dan publik.
Selain itu, penting untuk menggabungkan data internal dengan verifikasi pihak ketiga (independent assurance) agar hasilnya objektif dan mengurangi risiko tuduhan greenwashing.
Dengan transparansi yang tinggi, perusahaan tidak hanya memperkuat reputasi, tetapi juga menunjukkan kematangan dalam tata kelola serta kualitas yang semakin dihargai oleh investor global.
Inovasi Produk & Model Bisnis
ESG yang kuat bukan hanya tentang kepatuhan, tetapi juga sumber inovasi dan pertumbuhan. Perusahaan dapat mengembangkan produk dan layanan yang mendukung circular economy, solusi rendah karbon, atau model bisnis yang berkontribusi pada inklusi sosial.
Model subscription dan sharing economy juga semakin populer karena mendukung efisiensi sumber daya dan mengurangi limbah.
Pendekatan ini bukan hanya memperkuat reputasi merek, tetapi juga membuka pasar baru dan memperluas basis pelanggan yang kini semakin sadar terhadap isu lingkungan dan sosial.
Evaluasi Dampak Finansial & Business Case
Agar ESG tidak dianggap sebagai biaya tambahan, perusahaan perlu menyusun business case yang kuat dengan mengukur dampak finansialnya secara sistematis.
Analisis harus mencakup proyeksi biaya dan manfaat jangka panjang, seperti penghematan energi, loyalitas pelanggan, peningkatan produktivitas, atau akses ke pasar modal yang lebih murah.
Beberapa perusahaan bahkan menerapkan climate stress test dan scenario planning untuk memahami risiko iklim terhadap nilai perusahaan dan rantai pasoknya.
Dengan mengaitkan keberlanjutan dan profitabilitas dalam satu kerangka keuangan, ESG dapat dilihat sebagai strategic investment, bukan beban biaya.
Komunikasi Stakeholder & Aktivisme
Keberlanjutan tidak bisa dijalankan dalam isolasi. Perusahaan perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari investor, karyawan, komunitas lokal, hingga mitra bisnis dalam dialog yang terbuka mengenai strategi ESG.
Pendekatan yang efektif bukan sekadar laporan tahunan atau kampanye media, melainkan komunikasi dua arah yang transparan, termasuk mengakui tantangan dan langkah perbaikan yang sedang dijalankan. Perusahaan yang jujur tentang hambatan ESG justru lebih dipercaya dibanding yang hanya menonjolkan keberhasilan.
Selain itu, organisasi progresif kini mulai menerapkan strategi aktivisme proaktif, bukan sekadar merespons tekanan publik, melainkan secara aktif memimpin diskusi dan kolaborasi lintas sektor untuk membentuk standar baru keberlanjutan industri.
Keberlanjutan bukan lagi slogan idealis, tetapi ia telah menjadi business imperative. Di era persaingan modal global, perusahaan yang gagal membuat ESG bagian dari strategi inti akan menghadapi penalti modal, risiko reputasi, dan kehilangan peluang inovasi.
Sebaliknya, para pemimpin bisnis yang berani memimpin transformasi ESG memiliki peluang untuk mendefinisikan ulang keunggulan kompetitif dan menarik modal jangka panjang.
Mulailah dengan langkah strategis di dewan direksi, bentuk tata kelola ESG, pilih metrik yang kredibel, integrasikan ke operasi dan investasi, dan komunikasikan perjalanan secara transparan. Di dunia yang menuntut profit yang bertanggung jawab, transformasi ESG bukanlah sebuah pilihan, melainkan investasi masa depan.
Tentang Kanca
Kanca adalah solusi komunikasi terintegrasi yang dirancang untuk meningkatkan penjualan bisnis sekaligus memaksimalkan kepuasan pelayanan publik. Dengan pendekatan strategis dan teknologi terkini, Kanca membantu menciptakan pengalaman yang bermakna bagi bisnis dan masyarakat.
© 2025. PT Sakinara Dhana Mahira, All rights reserved.






PT SAKINARA DHANA MAHIRA
Alamat :
Gedung Artha Graha, 26 Floor (SCBD) Unit 2601,
Jalan Jend. Sudirman No 52-53,Jakarta Selatan,
DKI Jakarta 12190
No Telepon:
0822-2666-8033
Email :
Contact@kanca.co